Berkisah mengenai seorang putri yang berusaha keras mencari happily ever after-nya. Setelah gagal menjalin hubungan dengan prince charming yang menghancurkan hatinya, sang putri menangis meraung-raung, merajuk dan berkeluh-kesah mengenai ketidakberuntungannya. Ia berharap pasangan yang sempurna untuknya akan jatuh dari langit ke pangkuannya.
Kemudian seorang ibu peri mendatanginya. Dengan gembira sang putri menyambut si ibu peri, yakin bahwa si ibu peri akan menyelesaikan permasalahannya dengan mendatangkan pangeran sempurna itu untuk sang putri.
Tapi malangnya, sang ibu peri hanya memberikan sang putri sebuah boneka kodok jelek dan sudah keriput dengan instruksi untuk menuliskan kriteria pangeran yang diinginkannya dan memasukkan catatan tersebut kedalam celah di perut si boneka kodok. Dengan tidak bersemangat sang putri mencampakkan si boneka kodok ke salah satu sudut kamarnya.
Kemudian kehidupan si putri berlanjut. Ia jatuh cinta dengan ksatria dari negeri tetangga yang memiliki “convertible carriage”. Dengan bangga ia menceritakannya kepada teman-temannya tanpa menyadari bahwa semua orang tahu kalau si ksatria adalah seorang “player”.
Saya tidak tahu apakah buku ini ditujukan untuk anak-anak atau bukan. Kalau ditujukan untuk anak-anak buku ini tidak memiliki poin “mimpi” yang cukup. Bahkan di endingnya pun tidak dijelaskan ada atau tidaknya happily ever after bagi si putri.
Tapi pelajaran paling penting yang ingin disampaikan oleh si pengarang adalah bahwa kita tidak bisa hanya menunggu sesuatu terjadi kepada diri kita. Kalau kita menginginkan sesuatu, berusahalah!
Kalau didongeng–dongeng lain bercerita mengenai seorang putri yang tidak utuh tanpa adanya seorang pangeran, dibuku ini diajarkan bahwa kebahagiaan kita tidak bergantung kepada orang lain. Ketiadaan seorang pangeran dalam kehidupan kita bukan berarti hidup kita menjadi tidak sempurna.
Sungguh, buku ini seolah menyindir saya yang, dengan buku ditangan, masih menunggu pangeran tampan jatuh dari langit...
No comments:
Post a Comment