Judul : Inferno (Robert Langdon #4)
Pengarang : Dan Brown
Penerbit : Doubleday
Halaman : 480
Tahun : 2013
Rating : 4 of 5 stars
Robert Langdon terbangun di sebuah rumah sakit di Florence dalam keadaan amnesia. Bukan Amnesia total tepatnya, tetapi amnesia selektif dimana ia tidak bisa mengingat kejadian selama dua hari terakhir. Ia bahkan masih menyangka berada dirumahnya di Amerika dan sedang mempersiapkan bahan perkuliahannya.
Jadi bisa dibayangkan saat dokter yang merawatnya Sienna Brooks mengatakan ia sedang berada di Florence, Italia. Bukan hanya itu, amnesianya ternyata disebabkan oleh peluru yang menyerempet kepalanya dan menimbulkan trauma.
Belum sempat Langdon mencerna semua itu, ia diburu oleh seorang pembunuh bayaran yang menembaki semua orang yang menghalangi jalannya. Kembali dr. Brooks menjadi malaikat penyelamat. Langdon dibawa ke apartemen si dokter untuk bersembunyi. Saat meminta bantuan kepada kedutaan Amerika, malah yang datang adalah pasukan yang juga memburu Langdon.
Tidak bisa mempercayai siapapun, Langdon yang ditemani oleh dr. Sienna Brooks kembali menelurusi jejak peristiwa yang membawanya kedalam keadaan saat ini.
Salah seorang pengarang favorit saya pernah berkata bahwa dalam dunia nyata amnesia jarang terjadi, tetapi saat sampai ke ranah fiksi bring it on! (kira-kira seperti itulah, saya tidak bisa menemukan kutipan langsungnya)
Pakem ini ternyata juga tidak menjadi pantangan untuk digunakan Dan Brown. Syukurnya amnesia Langdon hanya tentang kejadian selama dua hari terakhir. Kalau Dan Brown memberikan Langdon amnesia total bisa-bisa kita tidak akan mempelajari tentang segala sejarah dan seni yang menjadi andalan novel-novel Dan Brown.
Dante - Divine Comedy |
Di buku ini kita kembali dibawa ke Italia tetapi disudut-sudut kota yang berbeda, yaitu Florence dan Venesia. Kita juga dipertemukan dengan dua raksasa Itali yaitu Dante Alighieri dan Sandro Botticelli melalui karya-karya mereka Divine Comedy dan La Mappa dell’Inferno.
Divine Comedy merupakan sebuah karya sastra yang berisi visi Dante tentang neraka dan menceritakan perjalanannya menempuh neraka untuk sampai ke surga. Sementara La Mappa dell’Inferno (The Map of Hell) merupakan lukisan karya Sandro Botticelli yang terinspirasi dari karya Divine Comedy-nya Dante.
Botticelli - La Mappa dell'Inferno |
Di lukisan ini digambarkan sembilan lingkaran neraka. Setiap lingkaran menggambarkan tingkatan dosa dari yang paling ringan di lingkaran terluar hingga ke pusat dimana tingkatan dosa semakin berat dan menuju tempat setan bertahta.
Dari sini cerita berkembang dimana satu petunjuk kemudian mengarah kepada petunjuk yang lain, sehingga akhirnya Langdon berhasil menemukan tali merah penghubung petunjuk-petunjuk tersebut dan dihadapkan kepada kenyataan bahwa kasusnya kali ini ternyata berhubungan dengan nasib umat manusia.
Novel terbaru Dan Brown ini sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan novel-novelnya sebelumnya. Kombinasi karya-karya seni yang dipadukan dengan permasalahan-permasalahan modern. Seperti biasa, jalan cerita dibuat cepat karena adanya batasan waktu dan lokasi serta sudut pandang yang berpindah-pindah membuat cerita ini tetap enak untuk dibaca.
Amnesia yang dialami Langdon memberi kita sedikit angin segar di novel ini. Kalau biasanya kita membaca tentang Langdon yang selalu yakin dengan apa yang dilakukan disini kita merasakan frustasi Langdon karena tidak tahu apa yang telah terjadi dengannya. Apalagi saat bertemu dengan orang-orang yang mengenalnya tetapi sama sekali tidak diingat oleh Langdon.
Sentilan-sentilan humor masih bertebaran dibeberapa bagian, cukup untuk membuat kita tergelak. Contohnya saat Langdon meminjam pesawat jet perusahaan ke editornya: “Okay, let me rephrase that. We don’t have access to private jets for authors of tomes about religious history. If you want to write Fifty Shades of Iconography, we can talk.”
Poin utama yang membuat buku ini tetap menarik adalah perkenalan kita dengan para maestro-maestro seni yang selalu merupakan tiang utama dari novel Dan Brown. Dan setiap buku yang ditulisnya membahas karya-karya seni tersebut dengan cukup detil sehingga pembaca yang buta seni seperti saya pun turut menikmati pembahasan yang diberikannya.
Semua karya seni yang disebutkan Dan Brown dibuku ini adalah benda nyata dan benar-benar ada. Inilah yang paling saya kagumi dari novel-novel Dan Brown. Bagaimana ia menghubung-hubungkan semua karya seni tersebut sehingga membentuk sebuah latar belakang yang mendukung novel fiksinya ini.
Bintang 4 saya persembahkan untuk buku ini.